Hari itu aku ingin berpamitan pada teman-teman gerejaku. Menuju tempat
yang aku ketahui, aku turun dari bus. Aku melihat pria tua yang mengenalku
dengan baik. Dia di sana untuk satu alasan; memberi tahu bahwa kegiatan gereja
hari itu pindah ke tempat lain. Namun dia berkata lain. “Aku di sini untuk
menunggumu”, katanya. Memang benar bahwa tanpa keberadaannya di situ, aku tidak
akan tahu bahwa kegiatan gereja hari itu pindah ke tempat lain. Aku naik
angkutan lagi ke tempat lain bersama pria itu. Dia selalu tersenyum ketika
berjumpa denganku. Ya, aku dan dia memiliki semacam kebetulan yang terjadi
berulang-ulang. Hampir setiap kali aku hendak ikut kegiatan gereja, aku selalu
berjumpa dengan pria itu. Dia pun juga heran.
Sesampainya di tempat di mana gereja diadakan, aku berjumpa dengan
teman-teman yang aku kenal sejak awal mula aku datang ke gereja itu. Aku senang
sekali dan memang seakan hari itu sudah dijadwalkan bagiku untuk berpamitan
dengan mereka. Mereka di sana ketika hari-hari awalku di negeri itu dimulai.
Pertemuan yang menandai petualanganku. Pertemuan yang menunjukan bahwa
kemanapun aku melangkah, aku tidak sendiri.
Hari demi hari berlalu. Aku memang jarang datang bersekutu dengan
mereka, tapi setiap kali aku datang, aku merasa bahwa aku berada di tempat yang
tepat. Mereka membuatku bicara mantap di depan sebuah forum. Aku di
tengah-tengah mereka. Bersaksi. Mereka menunjukkan bahwa apa yang aku yakini,
bisa menguatkan orang lain. Mereka tahu bahwa aku sudah memiliki firman itu.
Pemuda itu pulang. Dia selalu ingat pria tua itu. Pria tua itu tak
pernah bosan untuk sekedar menanyakan bagaimana imannya. Dia tahu apa yang
belum disampaikan teman-temannya untuk si pemuda. Sebelum pemuda itu pulang,
pria tua mengingatkannya; engkau perlu membuka hati. Lalu sambil melambaikan
tangan, dia menggerakkan bibirnya tanpa bersuara; aku akan menemuimu lagi.
Email: darvianw@hotmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar